Jumat, 20 Maret 2015

Leipziger Messe, Tempat Leipzig Book Fair Digelar



         Hebohnya Leipzig Book Fair! Memang selalu heboh tiap tahun, sih. 
         Ya, di Leipzig, Jerman, baru saja digelar event tahunan Leipziger Buchmesse (Leipzig Book Fair), yang berlangsung dari tanggal 12-15 Maret 2015. Seperti tahun-tahun sebelumnya, LBF selalu diadakan di tempat yang spektakuler: Leipziger Messe/Leipziger Messegelände atau Leipzig Exhibition Centre. Saya dan orang-orang di Leipzig biasa menyebut tempat ini “Neue Messe” atau “Messe” saja. Bangunannya unik, berbentuk seperti “bolu gulung” (benar, saya suka bolgul, hehehe) yang terbuat dari kaca transparan dan ditopang oleh rangka baja yang kokoh, berukuran panjang 243 m, lebar 80 m, dan tinggi 30 m. 

Leipziger Messe


        
Leipziger Messe
         Leipzig Exhibition Centre memiliki 5 ruang pameran, 111.300 meter persegi ruang pameran tertutup dan 70.000 meter persegi di luar ruangan. Wow, luas banget, kan? Bisa menampung belasan ribu pengunjung, dua ribu peserta, dan ditambah orang sekampung saya! Peserta dan pengunjungnya datang dari berbagai negara, loh! Dan, tahun ini Indonesia juga ikut meramaikan salah satu event favorit para Leipziger ini. Huaaa …, jadi pengen mengulang kisah lama ….
         Ada dua kolam yang sangat luas di depan bangunan berdesain modern ini yang dipisahkan oleh jalan terusan yang tidak terlalu lebar. Kolamnya nggak dalam, sih, jadi singkirkan saja niatan buat mancing. Seru juga berjalan di sini, bak menyusuri Laut Merah yang sedang terbelah. *halah* Dari situ kita bisa melihat jelas Messeturm (menara Neue Messe) yang katanya, sih, setinggi 85 meter. Sebaiknya kita percaya saja. Oh ya, kalau cahaya mataharinya pas, pantulan bayangan “bolgul” di permukaan air kolam tersebut memberikan efek yang cakep, deh. Ini kurang maksimal foto-fotonya karena rada burem gitu langitnya. Foto yang cakep cari di Google aja, gih, hahaha.

Kolam terbelah ^^

        
Messeturm. (Abaikan saja perut ibu hamil itu, ya) :D
       
       Nah, di depan gedung juga ada empat patung singa dengan berbagai warna dan motif, berdiri ramah menyambut pengunjung Messe. Ini kesukaan anak-anak kecil dan para turis yang kadang bertingkah seperti anak kecil, hehe. Kenapa ada patung singa segala? Karena, singa itu adalah ikon Kota Leipzig. Jadi, patung-patung singa memang biasa menghiasi tempat-tempat keramaian di Leipzig.  


Patung-patung singa yang lutjuuu
Seandainya kereta dorong itu disingkirkan .... ^-^

        Untuk menuju Messe, saya biasa menggunakan Straßenbahn (kereta listrik). Perjalanannya sekitar dua puluh menit dari stasiun kereta utama Hauptbahnhof Promenaden di Stadtzentrum (pusat kota) menuju halte Messegelände. Dari situ, sedikit berjalan kaki menuju tempat pameran. Jangan malas! Selain dengan Straßenbahn, Messe juga bisa dicapai dengan bus, S-Bahn (MDV), atau Regionalbahn (RB).

Haltenya yang ini, ya! Messegelände. Awas nyasar.

         Orang Jerman terkenal sangat menghargai waktu. Pokoknya harus teng! Bahkan, dulu kalau suami saya janjian ketemu profesornya, lima menit sebelum jam janjiannya dia udah berdiri di depan pintu sambil ngitungin detik jarum jam, dan begitu jamnya tepat teng, langsung ketuk pintu. Kalo datang sebelum atau sesudah jam janjian, profesornya nggak mau melayani. Hadeuh! Nah, orang Jerman sering memanfaatkan waktu luang—walaupun sedikit—dengan membaca buku. Orang yang membaca buku dalam kereta atau bus umum sudah menjadi pemandangan biasa. Tak heran jika pameran buku sebesar LBF membeludak pengunjungnya, ya. Whoaaa ..., pengeen ..., pengen!
        Oh ya, foto-foto ini diambil bukan pas acara Leipzig Book Fair, melainkan pas bawa jalan-jalan temen yang kebetulan berkunjung ke Leipzig tahun 2004 (11 tahun yang lalu!) demi melihat Leipziger Messe walaupun nggak ada event apa-apa. Segitu penasarannya ... ck ck ck ....
        At least, selamat, deh, buat para penulis Indonesia yang tahun ini buku-bukunya bisa mejeng di sana. Tahun kemarin, buku saya The Siblings: Hilangnya Duplikat Pedang Nabi juga sempat mejeng di Frankfurt Book Fair. Berasa gimanaaa gitu .... [be]

Kamis, 19 Maret 2015

Salam/Sapaan dalam Bahasa Jerman



          Tiada hari tanpa ucapan salam. Bener, kan, ya? Apalagi untuk negara Jerman yang sopan santun berbahasanya sangat terjaga, salam adalah kalimat pertama yang harus kita ucapkan kepada orang yang akan berinteraksi dengan kita.
            Nah, berikut ucapan-ucapan salam/sapaan yang biasa dipakai dalam bahasa Jerman:
-          Hallo! = Halo
-          Guten Morgen : Selamat pagi (pukul 07.00 - 10.00)
-          Guten Tag : Selamat siang (pukul 11.00 – 17.00)
-          Guten Abend : Selamat sore/malam (pukul 18.00 – 00.00)
-          Gute Nacht : Selamat tidur atau selamat malam yang diucapkan sebelum berpisah di malam itu.
-          Auf wiedersehen = Sampai bertemu lagi
-          Auf wiederhören = Sampai bertemu/mendengar lagi (dipakai dalam percakapan via telepon)
-          Tschüß atau Tschüss atau Tschüßi (yang terakhir ini tidak baku) = Dadah (bye—Inggris)

Pertanyaan yang paling umum dilontarkan oleh siswa adalah mengapa untuk selamat pagi, siang, dan sore semuanya pakai “guten” sedangkan untuk selamat tidur pakai “gute”?
Nah, bila kalimat-kalimat sapaan di atas kita tulis lengkap, ia akan menjadi:
“Ich wünsche dir/Ihnen einen guten Morgen/Tag/Abend.” (Saya mengharapkan untukmu/Anda suatu pagi/siang/sore yang baik)
Dan,
“Ich wünsche dir/Ihnen eine gute Nacht.” (Saya mengharapkan untukmu/Anda suatu malam yang baik)
            Di sini berlaku kasus akkusativ, di mana kata benda dikenai pekerjaan, sehingga mengalami perubahan dalam artikel tentu maupun artikel tak tentunya. Morgen/Tag/Abend/Nacht adalah kata benda yang dikenai pekerjaan wünschen.
Einen adalah artikel tak tentu dari Morgen/Tag/Abend yang  telah dikenai kasus akkusativ.
Eine adalah artikel tak tentu dari Nacht yang dikenai kasus akkusativ.

Artikel tentu, artikel tak tentu, dan akkusativ itu apa, sih?
Nanti akan saya jelaskan di postingan lain, ya. Yang penting, sekarang kita sudah tahu bagaimana mengucapkan salam dalam bahasa Jerman. Semoga bermanfaat. ^-^




Minggu, 15 Maret 2015

Tips Mengucapkan Ä Ö Ü dalam Bahasa Jerman



Pembelajar pemula bahasa Jerman umumnya tidak menemui kesulitan dalam melafalkan abjad dalam bahasa Jerman. Sebab, tak seperti bahasa Inggris yang cenderung berbeda antara tulisan dengan pengucapan huruf/kata, pengucapan huruf/kata dalam bahasa Jerman nyaris sama dengan pengucapan huruf/kata bahasa Indonesia. Sedikit perbedaan yang ada di antaranya adalah dalam mengucapkan gabungan huruf: ei (baca: ai) dan eu (baca: oi) atau kata serapan dari bahasa Prancis yang rada sengau seperti Restaurant (baca: Restaorong dengan r diucapkan seperti ghin dalam bahasa Arab).

Berikut abjad dalam bahasa Jerman yang dibaca seperti dalam bahasa Indonesia kecuali yang diberi keterangan:

a – b – c – d – e – f – g – h – i – j (baca: yot) – k – l – m – n – o – p – q (baca: ku) – r  – s – t – u – v (baca: vau) – w (baca: ve) -- x (baca: iks) – y (baca: ipsilon) – z (baca: tset)   

         Khusus Y (ipsilon), pengucapan i di awal sedikit digabung dengan u, jadi seperti membuat posisi mulut seperti mau mengucapkan u, tetapi suara yang dikeluarkan adalah i. Ya, sedikit ribet.

          Hampir mirip dengan Y ini, biasanya para pemula juga bermasalah dengan pengucapan ä (a umlaut), ö (o umlaut), dan ü (u umlaut). Diperlukan sedikit latihan atau “senam” mulut agar terbiasa dengan pelafalan trio umlaut ini. Nah, untuk membantu siswa-siswa saya, saya biasa memberikan sedikit tips sederhana agar mereka bisa dengan mudah mengucapkan trio umlaut. Begini caranya:

1.      ä = posisi mulut seperti mau mengucapkan a, tetapi suara yang dikeluarkan adalah e.

2.      ö = posisi mulut seperti mau mengucapkan o, tetapi suara yang dikeluarkan adalah e.

3.      ü = posisi mulut seperti mau mengucapkan u, tetapi suara yang dikeluarkan adalah e.

       Jadi, apa pun umlautnya, suara yang dikeluarkan tetap e, cuma posisi mulutnya saja yang diubah-ubah. Silakan mencoba sendiri di rumah. Semoga bermanfaat, ya. ^.^


Selasa, 17 Februari 2015

Gibah di Media Sosial: No Mention, Kok!



            Media sosial terutama Facebook sekarang rame banget, ya? Kalo buka wall berasa riuh, gerah, dan bikin kening berkerut. Bikin cepat tua, deh. Padahal, kan, buka Facebook pengen refreshing bentar. Segala berita, peristiwa, pengalaman, atau apa pun yang bisa dibikin status selalu rame komentar, dibahas sampai sedetail-detailnya, bahkan sampe nggak nyambung lagi sama tema awal, hehehe. Ada hal-hal buruk, dibicarain. Ada hal-hal baik, kadang sengaja dicari sisi buruknya, terus dibicarain juga, deh. *tepok jidat*
            Jadi khawatir aja, sih. Kok, kita (mungkin termasuk saya), secara sadar atau tidak, jadi sering (atau terjebak) bergunjing atau menggibah orang lain di media sosial, ya? Padahal, kita semua mungkin sudah tahu bahwa bergunjing itu hukumnya haram dan termasuk dosa besar. Yang dimaksud gibah adalah kita menceritakan sesuatu tentang orang lain, yang kalo si orang tersebut tahu dia akan marah atau tidak suka (alias membicarakan keburukan orang lain).
            Allah Swt. melarang keras kita bergunjing, seperti dalam firman-Nya:
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan prasangka (kecurigaan), karena sebagian dari prasangka itu dosa. Janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka, tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Tobat lagi Maha Penyayang.” ( Q.S. Al-Hujurat [49] :12).
Memang nggak semua gibah haram, sih. Ada gibah-gibah yang dibolehkan, dan itu dilakukan dengan terpaksa karena alasan:
  1.        Dizalimi. Orang yang dizalimi boleh mengadu ke pihak yang berwenang agar mendapat keadilan.
  2.        Minta tolong agar dihentikannya kemungkaran/kejahatan.
  3.        Mencari fatwa atau hukum.
  4.        Memperingatkan atau menasihati orang lain atas suatu kemungkaran/kejahatan.
  5.        Orang tersebut nyata-nyata melakukan kejahatan/kebidahan.
  6.        Menyebut seseorang dengan sebutan yang sudah biasa melekat pada dirinya (untuk menggambarkan dirinya, bukan untuk mengejeknya).

Terus, kalo menggibah tapi no mention alias nggak nyebut nama orang yang digibah gimana?
Kalo nggak nyebut nama tapi bikin clue yang membuat orang lain “ngeh” bahwa status atau komentar tersebut ditujukan untuk orang tersebut, ya sama aja atuuuh. Atau, misalnya di wall lagi gencar tentang kasus apa gitu, terus kita bikin status yang nyerempet-nyerenpet ke situ. Yah, semua orang tahulaaah, hihihi.
Jadi, gibah nggak nyebut nama dan nggak mengarahkan orang lain untuk mencurigai orang yang kita gibah, boleh dong?
Nah, kalo yang ini, masih harus dilihat dulu apa yang membuat kita harus menggibah. Apakah kita melakukannya karena terpaksa, demi kemaslahatan umat misalnya, atau cuma lahir dari nafsu kita yang sedang pengen banget nyeritain orang? Jangan-jangan karena yang terakhir, nih.
“Duh, udah lama banget nggak ngegosipin orang. Mulut jadi gatel.”  
Atau,
“Si A cakep banget, bikin iri, deh. Sebarin kejelekannya, ah, biar nggak banyak yang suka.”
Hehehe.
Nah, mulai sekarang, sebaiknya kita mikir-mikir dulu, deh, sebelum ngomongin orang. Baik gibah dengan menyebut nama atau tidak, baik di dunia nyata maupun dunia maya. Apa perlunya?
Kalo di dunia nyata, mungkin kita hampir nggak punya waktu buat nyeritain orang, ya. Atau, mungkin kita juga risih kalo nyeritain orang terang-terangan karena pasti bakal dicap tukang gosip, deh. Tapi, di media sosial, kenapa kita gampang banget bikin status gibah atau kasih komentar di status gibah? Mungkin karena kita merasa sendirian ketika mengetiknya, nggak ada orang (yang peduli) di sekitar kita. Kita lupa bahwa ada Allah yang selalu mengawasi gerak-gerik kita. Alangkah baiknya bila kita memperbanyak zikir untuk mengerem mulut dari perkataan-perkataan/jari dari tulisan-tulisan yang tidak bermanfaat.   
Semoga menjadi pengingat buat kita semua, ya. Khususnya saya yang baru belajar lebih mendalami Islam. Meskipun saya memang sejak lahir udah (otomatis) jadi muslim, tapi ternyata saya masih harus belajar banyak untuk menjadi muslim yang baik.[be]